Biografi Frans Sumarto Mendur


Frans Soemarto Mendur (lahir tahun 1913 – meninggal tahun 1971 pada umur 57/58 tahun) adalah salah satu dari para fotografer yang mengabadikan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Bersama saudara kandungnya, Alex Mendur, mereka turut mengabadikan persitiwa bersejarah ini.
        Frans Mendur bersama Alex Mendur, Justus Umbas, Frans "Nyong" Umbas, Alex Mamusung dan Oscar Ganda, kemudian mendirikan IPPHOS (Indonesia Press Photo Service) pada 2 Oktober 1946.Fotografi tidak hanya menjadi saksi sejarah, namun juga menjadi bukti sejarah kehidupan manusia dan peristiwa-peristiwa yang melingkupinya. Dengan keberadaan foto, banyak hal yang bisa disadarkan dan diingat orang.Demikian pula kisah "Frans Soemarto Mendoer" yang sangat memahami hal tersebut. Oleh karena itulah, setelah mendapat kabar dari seorang sumber di harian Jepang Asia Raya, bahwa akan ada kejadian penting di rumah kediaman Soekarno, Frans langsung bergerak menuju rumah bernomor 56 di Jalan Pegangsaan Timur itu sambil membawa kamera Leica-nya.
          
          Dan benar, pagi itu, Jumat, 17 Agustus 1945, sebuah peristiwa penting berlangsung di sana : "Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia Oleh Soekarno".
 
      Saat itu Frans hanya memiliki sisa tiga lembar plat film. Jadi, dari peristiwa yang sangat bersejarah  itu, ia hanya bisa mengabadikan tiga adegan.

* Yang pertama, adegan Soekarno membacakan teks proklamasi.

* Yang kedua dan yang ketiga adalah foto karya Frans Mendur yang mengabadikan detik-detik proklamasi Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini, Jakarta, 17 Agustus 1945. Kiri, pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat, anggota PETA (Pembela Tanah Air). Kanan, suasana upacara dan para pemuda yang menyaksikan pengibaran bendera.
 

Setelah menyelesaikan tugas jurnalisnya itu, Frans langsung bergegas meninggalkan rumah kediaman Soekarno, karena menyadari bahwa tentara Jepang tengah memburunya.

       Frans menjadi satu-satunya orang yang mengabadikan momen sakral itu dan sangat berjasa, karena "Alex Alexius Impurung Mendoer", kakak kandungnya yang juga sempat memotret prosesi bersejarah tersebut, harus merelakan kameranya dirampas oleh tentara Jepang.

        Dan sewaktu tentara Jepang menemui Frans untuk meminta negatif foto Soekarno yang sedang membacakan teks proklamasi, Frans mengaku film negatif itu sudah diambil oleh Barisan Pelopor. Padahal negatif foto peristiwa yang sangat penting itu ia sembunyikan dengan cara menguburnya di tanah, dekat sebuah pohon di halaman belakang kantor harian Asia Raya.

         Kalau saja saat itu negatif film tersebut dirampas oleh tentara Jepang, maka kemungkinan besar yang terjadi adalah generasi sekarang dan generasi yang akan datang tidak akan pernah tahu, seperti apa peristiwa sakral tersebut berlangsung.

          Bahkan, mengenai kehadiran Frans di rumah Soekarno pada waktu itu, wartawan senior Alwi Shahab menulis, “Andaikata tidak ada Frans Mendoer, maka kita tidak akan punya satu foto dokumentasi pun dari peristiwa proklamasi kemerdekaan…”

          Tulisan itu dimuat di harian Republika edisi Minggu, 14 Agustus 2005, tiga hari menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke-60.

          Pencucian tiga buah foto bersejarah itu juga tidaklah mudah, karena dihalang-halangi pihak Jepang. Frans bersama Alex terpaksa secara diam-diam harus mengendap, memanjat pohon pada malam hari, dan melompati pagar di samping kantor Domei (sekarang kantor berita ANTARA) untuk bisa sampai ke sebuah lab foto guna mencetak foto-foto tersebut.

            Padahal, bila dua bersaudara itu tertangkap oleh tentara Jepang, mereka sudah pasti akan dipenjara, bahkan bisa-bisa dihukum mati. Namun, dengan tekad yang kuat dan niat yang tulus, mereka dapat terselamatkan dalam aksinya itu.

          Foto pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu pertama kali dimuat di harian Merdeka pada tanggal 20 Februari 1946, lebih dari setengah tahun setelah pembuatannya. Film negatif catatan visual itu sekarang sudah tak dapat ditemukan lagi.

Ada dugaan, bahwa negatif film itu ikut hancur bersama semua dokumentasi milik kantor berita Antara yang dibakar pada peristiwa di tahun 1965. Waktu itu, sepasukan tentara mengambil seluruh koleksi negatif film dan hasil cetak foto yang dimiliki Antara lalu membakarnya.

Penghargaan & Kisah Akhir Hidupnya

Semasa hidupnya, Frans Mendur pernah menjadi penjual rokok di Surabaya. Di RS Sumber Waras Jakarta pada tanggal 24 April 1971, fotografer pengabadi proklamasi kemerdekaan RI ini meninggal dalam sepi.

        Alex Mendur tutup usia pada tahun 1984 juga dalam keadaan serupa. Hingga tutup usia, kakak-beradik Frans dan Alex Mendur tercatat belum pernah menerima penghargaan atas sumbangsih mereka pada negara ini. Konon, mereka berdua pun ditolak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Baru pada 9 November 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi kedua fotografer bersejarah Indonesia ini, Alexius Impurung Mendur dan Frans Soemarto Mendur, penghargaan Bintang Jasa Utama.


Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Frans_Mendur



Comments

  1. jujur saya merinding baca perjuangannya pas mendokumentasikan proklamasi kemerdekaan Indonesia

    ReplyDelete
  2. Keren pembahasan biografi nya semangat ya kak untuk buat bukgrafb seperti ini dan lebih baik dari ini lagi;)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts